Selain buku dan arsip audiovisual seperti CD/DVD, prangko bekas maupun benda pos lainnya bisa juga dijadikan bahan koleksi perpustakaan kita. Sehelai prangko memiliki latar dan sejarah tersendiri saat diterbitkan setiap tahunnya. Ada yang untuk memperingati momentum tertentu, ada juga dengan tema tertentu seperti flora fauna, seni, budaya, dan sebagainya. Bila ini bisa diuraikan lewat koleksi-koleksi kita, perpustakaan kita jadi mendapat tambahan bahan bacaan ‘kan?
Saya mulai suka mengumpulkan prangko sejak di bangku SMP, tepatnya saat ada kegiatan kunjungan dari kantor pos ke sekolah kami. Di kegiatan itu, ada ceramah singkat tentang pengenalan dunia filateli oleh pegawai pos. Saya yang tidak pernah mengenal filateli sebelumnya jadi sangat tertarik dan penasaran dengan dunia baru ini. Selanjutnya, mulailah saya mengumpulkan prangko, mulai dari kantor ibu saya, teman-teman, sampai sumber entah dari mana saja. Lama kelamaan prangko saya sudah banyak. Saya pun bingung harus melakukan apalagi selanjutnya?
Untunglah pada saat kegiatan kunjungan pos itu kami diberikan sebuah buku panduan singkat berwarna coklat tentang filateli. Di sana disebutkan, bahwa bagi pengumpul prangko, kita membutuhkan album prangko. Akhirnya saya membeli sebuah album prangko, lalu mengikuti tips-tips yang ada di sana, mulai dari cara melepas prangko dan amplop tanpa merusaknya, cara membersihkan lemnya, merawatnya, menyimpannya, dan sebagainya. Saya juga mulai mengumpulkan benda pos lainnya seperti kartu pos, carik kenangan, dll. Wah, pokoknya saat itu saya jatuh cinta dengan dunia filateli. Benar-benar dunia yang mengasyikkan! ^^
Tapi…selepas SMA saya mulai terlupa dengan prangko-prangko itu. Saya mulai berhenti mengumpulkan prangko-prangko. Sampai akhirnya saat keinginan untuk meneruskan impian membuat perpustakaan pribadi itu muncul, barulah saya menyadari betapa berharganya koleksi prangko yang dulu saya kumpulkan. Sayang, entah sudah berapa tahun dan momentum yang saya lewatkan, dan entah sudah berapa banyak prangko yang terlewatkan terbitnya. Alhasil sekarang saya tidak memiliki koleksi yang lengkap untuk prangko-prangko Indonesia setiap kali terbit. Nasi sudah menjadi bubur, tapi kita masih bisa membuat bubur yang enak,’kan?
Sekarang saya mulai belajar lagi mengoleksi prangko dan merapikan prangko-prangko yang dulu belum selesai dipilah.
Ohya, saya juga menyimpan buku-buku terkait belajar dunia filateli. Ada yang berupa pemberian dari Pak Pos sewaktu ada kegiatan filateli dari Kantor Pos ke sekolah-sekolah. Ada juga yang saya beli secara pribadi, judulnya Filateli karya Wing Wahyu Winarno.
Saya bukanlah seorang kolektor prangko profesional seperti para kolektor yang sangat paham dunia filateli. Saya cuma pengumpul prangko, tidak menggunakan tips khusus, tidak juga punya uang banyak untuk membeli prangko-prangko bersejarah. Tapi, meskipun prangko yang kita punya biasa-biasa saja, apalagi hasil ngumpulin dari amplop surat, bila kita mau mengeksplorasi lebih banyak tentangnya, ini akan menjadi informasi yang bermanfaat buat anak cucu kita kan?
Selain itu, mengoleksi prangko mengajarkan kita sikap disiplin, teliti, dan membuat wawasan kita jadi lebih luas. Kita juga bisa menunjukkan contoh koleksi kita secara langsung bila ada pengunjung perpustakaan yang ingin membaca buku filateli atau yang ingin belajar mengumpulkan prangko. Dan, kita juga bisa mengajak para pengunjung untuk bersama-sama mengumpulkan prangko bekas di rumah, lalu melakukan kegiatan filateli bersama-sama. Seru kan?
Nah, makanya, bagi teman-teman yang hobi mengumpulkan prangko atau benda pos, jangan buru-buru dibuang ya. Jadikan saja koleksi untuk perpustakaan kita. Selamat mencoba! ^^
Komentar Terbaru